Sulawesi Tenggara atau yang biasa disingkat Sultra, merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tenggara Pulau Sulawesi. Provinsi ini memiliki sejarah panjang yang dimulai jauh sebelum masa penjajahan Belanda.
Pada masa penjajahan Belanda, Sultra merupakan bagian dari Provinsi Celebes (Sulawesi) dengan ibu kotanya Makassar. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno melakukan pengaturan wilayah administrasi pemerintahan dan pada 1952 Sultra ditetapkan sebagai salah satu kabupaten dalam Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra) dengan ibu kotanya Makassar.
Tujuh tahun kemudian, tepatnya 1959, Kabupaten Sultra dimekarkan jadi 4 daerah otonom yaitu Kabupaten Muna, Buton, Kendari, dan Kolaka. Nanti 1964 keempat kabupaten itu bergabung membentuk satu provinsi bernama Provinsi Sultra. Provinsi baru ini ditetapkan menjadi provinsi yang ke-26 di Indonesia.
Sejak disahkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004, pemekaran wilayah merebak di sana sini.
![]() |
Kota Lama Kendari (foto diambil 2012) |
1952
- Kabupaten Sultra terbentuk. Sultra bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara (Sulselra), ibu kotanya di Makassar
1959
- Kabupaten Sultra mekar jadi 4 daerah otonom, yaitu Muna, Buton, Kendari, Kolaka
1964
- Sultra mekar jadi provinsi
1995
- 27 September Kabupaten Kendari mekar jadi Kota Kendari. Kabupaten Kendari selanjutnya berkedudukan di Unaaha. Belakangan Kabupaten Kendari berubah nama menjadi Kabupaten Konawe pada 28 September 2004
2001
- 21 Juni Buton memekarkan Kota Baubau. Kabupaten Buton semula ibu kotanya Baubau berpindah ke Pasarwajo
2003
- 25 Februari Konawe memekarkan Konawe Selatan.
- 18 Desember Buton memekarkan Bombana dan Wakatobi
- 18 Desember Kolaka memekarkan Kolaka Utara
2007
- 2 Januari Konawe memekarkan Konawe Utara.
- 2 Januari Muna memekarkan Kabupaten Buton Utara
2013
- 11 Januari Kolaka memekarkan Kolaka Timur
- 12 April Konawe memekarkan Konawe Kepulauan
2014
- 23 Juli Buton memekarkan Buton Tengah dan Buton Selatan
- 23 Juli Muna memekarkan Muna Barat
Hanya dalam 15 tahun sejak UU Otda 1999 terbit, telah lahir 12 daerah otonomi baru di Sultra.
- Kota Baubau
- Kabupaten Konawe Selatan (Konsel)
- Kabupaten Bombana
- Kabupaten Wakatobi
- Kabupaten Kolaka Utara (Kolut)
- Kabupaten Konawe Utara (Konut)
- Kabupaten Buton Utara (Butur)
- Kabupaten Kolaka Timur (Koltim)
- Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep)
- Kabupaten Buton Tengah (Buteng)
- Kabupaten Buton Selatan (Busel)
- Kabupaten Muna Barat (Mubar)
Secara umum, dari rahim 4 kabupaten induk yang membentuk Provinsi Sultra pada awalnya, sejauh ini sudah menganakkan 13 daerah otonom baru. Total 17 kabupaten/kota.
Kabupaten Konawe telah melahirkan 4 daerah otonom:
- Kota Kendari
- Konsel
- Konut
- Konkep
Kabupaten Buton sudah menelurkan 5 daerah otonom:
- Kota Baubau
- Bombana
- Wakatobi
- Buteng
- Busel
Kabupaten Muna telah menerbitkan 2 daerah otonom:
- Butur
- Mubar
Kabupaten Kolaka sudah menetaskan 2 daerah otonom:
- Kolut
- Koltim.
Dalam perkembangan selanjutnya, kabupaten induk berlomba-lomba ingin menjadi dan membentuk sebuah provinsi.
Moratorium
Sejak 2006, pemerintah pusat menghentikan kebijakan pemekaran wilayah atau apa yang disebut moratorium.
Menurut pemerintah pusat, pemekaran daerah yang dilakukan secara masif sejak tahun 1999 telah menimbulkan berbagai permasalahan, sepert, meningkatnya jumlah daerah otonomi baru (DOB) yang belum mandiri secara finansial, meningkat kesenjangan antara DOB dan daerah induk, dan meningkatkan konflik sosial di daerah. Di samping dampak negatif lain, seperti, meningkatnya biaya operasional pemerintah, meningkatnya beban anggaran negara, dan meningkatnya potensi korupsi.
Untuk menghindari dampak negatif pemekaran daerah lebih jauh dengan menerapkan moratorium, yaitu melarang pemekaran wilayah yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 2006.
Selama moratorium, diberikan kesempatan kepada daerah-daerah yang sudah ada untuk berkembang sebelum melakukan pemekaran daerah baru.
Mengerem
Di Era Reformasi setelah Orde Baru, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan otonomi daerah yang lebih luas. Hal ini dilakukan untuk mendorong pembangunan dan kesejahteraan daerah. Lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Undang-undang ini juga mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini masih mempertahankan prinsip otonomi daerah yang luas, tetapi juga memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap daerah.
Hadirnya revisi ini disebut-sebut sebagai upaya pertama mengerem euforia pemekaran daerah yang tak terkontrol. (*)
Comments
Post a Comment