Skip to main content

Katimboka: Layangan Pertama di Dunia

Peneliti layang-layang asal Jerman, Wolfgang Bieck, saat memulai penelusurannya pada 1997 mendapati semua literatur menunjuk Cina rumah kelahiran layang-layang dunia.

Mengambil tonggak 2800 tahun lalu Cina telah menerbangkan layangan terbuat dari sutra dan bambu emas sebagai bingkainya.

Penggalian lebih jauh mempertemukan Wolfgang dengan layang-layang di Asia Tenggara yang lebih primitif. Terbuat dari daun.

Baca Juga:
Raja Festival Layangan Internasional Itu Bernama Kolope

Persepsinya mengenai layang-layang terdamprat. Dari situ dia mulai membuka jalur baru pemetaan asal muasal layang-layang, menggunakan pendekatan teori evolusi.

Wolfgang Bieck mengungkapkan hal ini kepada penulis, saat Festival Layang-Layang Internasional 2006 yang diselenggarakan di Kabupaten Muna, satu pulau kecil di Indonesia.

Ia menaruh purbasangka, layang-layang sutra hanya mata rantai berikut dari evolusi layang-layang, suatu pengembangan dari layang-layang daun.

Persoalannya sekarang, di Asia Tenggara terutama, dia menjumpai banyak suku bangsa yang akrab dengan layang-layang daun. Maka dia mempersempit perimeternya.

Baca Juga:
Layang-Layang Ikut Andil dalam Penemuan Ilmiah

Layangan daun itu pun pasti ada yang lebih awal. Sebelum orang menggunakan banyak rangka dan banyak daun, layang-layang pertama haruslah lebih sederhana. Sebuah purwarupa layang-layang.

Lalu dia mendapati ada layang-layang hanya dengan satu daun dan satu rangka, mengudara.

Semula dia berpikir, inilah layang-layang pertama yang diterbangkan orang, sampai ketika dia menginjakkan kaki di Pulau Muna dan menemukan layang-layang Katimboka.

Selembar daun dan seutas tali, mengangkasa. Tanpa rangka.

Wolfgang Bieck berhenti melakukan pencarian. Selembar daun tinggal diambilkan tali, terbang, apa pula yang lebih primitif dari itu?

Baca Juga: 
Napabale Laguna, Lukisan Vagina Alam

Fakta ini kemudian didukung oleh situs lukisan purba di dinding Gua Liangkobori--gua karst tidak jauh dari ibu kota kabupaten--mengabadikan lukisan layang-layang.

Penentuan usia lukisan gua serta identifikasi figur dan simbol sesuai pernyataan Kepala Subdivisi Prasejarah Universitas Jakarta Dr Harry Truman Simanjuntak bahwa para arkeolog yang terlibat dalam eksplorasi petroglyphs menetapkan lukisan berasal dari era Epi-Paleolitik (Mesolithic), periode antara 9000-5000 SM.

Lebih tua dari sejarah layang-layang Cina yang dimulai 2800 tahun lampau.

Wolfgang kemudian tanpa ragu menamakan lukisan prasejarah itu “The First Kiteman” di surat kabar-surat kabar Jerman pada 2002.

Ditambah pula adanya warisan kuno layang-layang daun Kolope (kaghati kite), sebuah layangan tradisional yang dibuat dengan teknik yang tinggi.

Semua variabel mendukung argumen bahwa orang Muna lebih dulu mengenal layang-layang dari siapa pun di dunia ini.

Musim Timur yang Riang

Katimboka adalah nama lokal untuk Drynaria Quercifolia, tumbuhan epifit jenis paku-pakuan. Biasa juga disebut Pakis Oakleaf.

Tumbuhan ini hidup hanya di wilayah tropis Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, dan Oceania.

(Drynaria) Quercifolia di lidah penduduk Pulau Muna terdengar berbunyi: Katimboka.

Ia mempunyai dua macam daun. Daun hijau yang memanjang dan daun pendek, kaku, berwarna cokelat seperti daun oak.

Daun kedua ini sebenarnya keranjang untuk mengumpulkan serasah atau sampah organik sebagai sumber makanan dan juga penangkap air.

Daun yang terakhir inilah yang diambil lalu ditautkan temali, kemudian diangkasakan sambil berlari-lari di lapang yang luas menantang angin musim timur yang tiba di pulau itu selama Juni-September.(*)

Comments

Popular posts from this blog

Lagu tentang Desember

Semua hal di dunia ini barangkali sudah pernah dibuatkan lagu. Tidak terkecuali nama bulan. Setiap bulan kayaknya ada lagunya, mulai dari Januari sampai Desember. Seperti halnya bulan ini kita berada di Desember, Indonesia punya beberapa lagu populer yang diciptakan dengan judul Desember. 1. Kenangan Desember - Arie Koesmiran (1970) Arie Koesmiran Ini lagu cewek. Lewat lagu ini si cewek membuka rahasia hatinya yang terdalam. Setiap wanita pasti punya kenangan emas, kenangan yang sangat berkesan dalam hidupnya. Kenangan emasnya dia direbut oleh seorang pria yang pernah membuatnya jatuh hati. Pria itu pun mencintainya sepenuh hati. Kedua remaja  terlibat asmara. Pada malam dia merayakan hari lahirnya di bulan Desember, kekasih hatinya hadir. Asmara sedang mekar-mekarnya. Dia dihadiahi peluk dan ciumaan mesra. Peluk cium pertama yang direguknya. Tak disangka itu yang penghabisan pula. Kisah cintanya dengan pria itu singkat tapi meninggalkan kesan yang sangat dalam. Apakah sang kekasih...

Tempat Keramaian Kendari, Wisata Malam Ruang Terbuka

Kota Kendari punya beberapa pilihan tempat kongko di ruang terbuka, tempat orang membentuk keramaian umum. Beberapa di antaranya menjadi tempat wisata malam pelepas penat, mengendurkan urat syaraf, menurunkan ketegangan setelah seharian sibuk beraktivitas.  Kendari, daerah yang perkembangan kotanya melingkari Teluk Kendari, tidak heran kebanyakan wisata kuliner, hotel, dan spot foto hits dibangun di tepi teluk, menjual view teluk dan dua landmark Kendari yang ikonik, Jembatan Teluk Kendari dan masjid terapung Al Alam. Berikut ini pilihan wisata malam ruang terbuka dan tempat-tempat keramaian yang populer.  1. Kendari Beach Kendari Beach dengan latar Teluk Kendari dan Masjid Al Alam di kejauhan Ada sepenggal jalan bypass di Kemaraya, jalur sepanjang Taman Teratai sampai Meohai Park, sebuah taman yang diapit Jln Ir H Alala dan Jln Sultan Hasanuddin, tempat keramaian pertama di Kendari sejak 80-an dan masih eksis sampai hari ini sebagai tempat favorit nongkrong. Panjangnya hanya ...

Kabupaten Tertua di Sulawesi Tenggara Berikut Modal Otonominya

Bicara kabupaten tertua berarti kembali ke masa awal terbentuknya Sulawesi Tenggara (Sultra) jadi provinsi pada 1964, ketika 4 kabupaten bergabung membentuk satu provinsi. Mereka adalah Kendari, Kolaka, Muna, dan Buton. Keempatnya di masa lalu adalah kerajaan mayor di jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Fakta lainnya, ada 2 afdeling zaman penjajahan Belanda yang bergabung dalam proses terbentuknya Provinsi Sultra. Afdeling Boeton Laiwoi yang terdiri atas onder afdeling Buton, Laiwoi, dan Muna, di tambah satu bekas onder afdeling dari afdeling Luwu, yaitu Kolaka. Afdeling Luwu berdiam di Sulawesi Selatan. Onder afdeling Kolaka ditarik masuk ke afdeling Boeton Laiwoi pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 dan tetap dipertahankan begitu ketika Indonesia merdeka oleh pemerintahan awal negara ini. Pada masa penjajahan Belanda, Sultra merupakan bagian dari Provinsi Celebes (Sulawesi) dengan ibu kotanya Makassar. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno...