Kalaupun umbinya sebagai makanan tradisional tidak begitu terkenal, namun daun Kolope melanglang dunia membawa harum Kabupaten Muna berkibar di angkasa Internasional.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dinamakan Kolope di Muna disebut Gadung. Tumbuhan melilit, berumbi, dari suku Uwi-Uwian.
Ada juga pilihan lain yakni menungu daun itu kering secara alami lalu gugur di tanah.
Tapi daun seperti itu terlalu rapuh dan mudah sobek. Lagipula, hasilnya kertas Kolope akan berwarna kuning. Kualitas terbaik daun Kolope adalah dipetik saat daun menua lalu dipanggang di atas bara api (bahasa Muna: dikandela). Setelah itu, dijemur di bawah terik matahari selama dua hari.
Hasilnya, kertas putih, elastis dan kedap air (waterproof). Untuk satu layang-layang, dibutuhkan sekitar 100 lembar daun Kolope.
Baca Juga:
Layang-layang daun Kolope oleh penduduk Muna dinamakan Kaghati Kolope berulang kali menjuarai Festival Layang-Layang Internasional.
Dan lantaran daun Kolope itu juga, berbagai negara di dunia sudi datang ke Pulau Muna untuk mengikuti festival layang-layang.
Dan lantaran daun Kolope itu juga, berbagai negara di dunia sudi datang ke Pulau Muna untuk mengikuti festival layang-layang.
![]() |
Layang-layang daun Kolope oleh warga lokal disebut Kaghati Kolope |
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dinamakan Kolope di Muna disebut Gadung. Tumbuhan melilit, berumbi, dari suku Uwi-Uwian.
Kolope menghasilkan umbi yang beracun, tapi dapat dimakan apabila diolah dengan benar.
Bila tidak diolah lebih dahulu atau diolah kurang benar, Kolope dapat menyebabkan pusing dan muntah, gejala keracunan.
Di Muna, Kolope dimakan dengan cara dikukus. Di daerah lain direbus, ada pula yang menjadikannya keripik. Di Malaysia malah diolah jadi arak dengan nama Ubi Arak, melalui fermentasi.
Sebagaimana sulitnya mengolah buah Kolope hingga sampai di meja makan, mengolah daun Kolope menjadi kertas layang-layang juga tidak mudah.
Kolope merekahkan daunnya sekitar bulan Mei, persis ketika iklim menandai musim penghujan tiba. Daun baru itu terlalu muda untuk diolah menjadi kertas layang-layang, nanti sekitar bulan Juli daun Kolope sudah cukup matang untuk dipetik.
![]() |
Tumbuhan Kolope atau Gadung |
Ada juga pilihan lain yakni menungu daun itu kering secara alami lalu gugur di tanah.
Tapi daun seperti itu terlalu rapuh dan mudah sobek. Lagipula, hasilnya kertas Kolope akan berwarna kuning. Kualitas terbaik daun Kolope adalah dipetik saat daun menua lalu dipanggang di atas bara api (bahasa Muna: dikandela). Setelah itu, dijemur di bawah terik matahari selama dua hari.
Hasilnya, kertas putih, elastis dan kedap air (waterproof). Untuk satu layang-layang, dibutuhkan sekitar 100 lembar daun Kolope.
Setelah menjadi kertas putih, daun-daun itu direkatkan satu sama lain pada sisi-sinya sehingga menjadi satu lembaran yang utuh.
Lembaran calon kertas layang-layang itu dikepik dengan kerangka kayu agar tidak cerai berai dan disimpan selama 5 hari.
Lima hari kemudian, lembaran itu dirajut dengan tali agar menjadi lembaran utuh kertas layang-layang.
Lima hari kemudian, lembaran itu dirajut dengan tali agar menjadi lembaran utuh kertas layang-layang.
Sambil menunggu itu, dapatlah dibuat kerangka layang-layang. Bahan bakunya bambu atau orang Muna menyebutnya patu-patu. Kemudian mempersiapkan tali untuk layang-layang.
Tali layang-layang juga unik karena dibuat dari daun nanas hutan. Seperti halnya memilih daun Kolope, daun nanas yang dipetik sebaiknya daun tua. Daun ini tidak langsung diolah, melainkan disimpan labih dahulu selama 2 hari. Setelah kering, daun dikerok dengan bambu sehingga yang tersisa hanya serat, lalu dicecar menjadi jumbai-jumbai benang.
Tali layang-layang juga unik karena dibuat dari daun nanas hutan. Seperti halnya memilih daun Kolope, daun nanas yang dipetik sebaiknya daun tua. Daun ini tidak langsung diolah, melainkan disimpan labih dahulu selama 2 hari. Setelah kering, daun dikerok dengan bambu sehingga yang tersisa hanya serat, lalu dicecar menjadi jumbai-jumbai benang.
Jumbai-jumbai itu selanjutnya dipilin menjadi seutas tali siap pakai. Satu helai daun nanas hutan dapat menghasilkan 10 meter tali layang-layang. Ketika kerangka dan tali sudah siap, berarti semua bahan sudah siap untuk dirangkai menjadi satu layang-layang Kolope utuh.
Zaman dahulu, kerangka layang-layang Kolope dibuat setinggi “Tegap Merdeka” pembuatanya, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.
Setelah semuanya siap, layang-layang diberi sentuhan terakhir yakni nada dering atau bahasa Muna-nya kamumu. Kamumu sebenarnya semacam pita suara yang dibuat dari daun nyiur, yang apabila ditiup angin pita itu bergetar dengan frekuensi tertentu, lalu mengeluarkan bunyi khas nan merdu mendayu terutama pada malam yang sunyi.
Karena kertas Kolope antiair, maka layang-layang ini tahan mengangkasa siang dan malam, selama berhari-hari. Sekehendak pemiliknya, kapan mau diturunkan. Dan, karena setiap orang memiliki ukuran pita Kamumu yang digemarinya, maka bunyi yang dihasilkannya juga menjadi spesifik.
Tak heran, bagi telinga yang berpengalaman, hanya dari bunyi kamumu, segera bisa menebak siapa pemilik layang-layang yang mengangkasa di atas langit malam itu. (*)
Zaman dahulu, kerangka layang-layang Kolope dibuat setinggi “Tegap Merdeka” pembuatanya, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.
Setelah semuanya siap, layang-layang diberi sentuhan terakhir yakni nada dering atau bahasa Muna-nya kamumu. Kamumu sebenarnya semacam pita suara yang dibuat dari daun nyiur, yang apabila ditiup angin pita itu bergetar dengan frekuensi tertentu, lalu mengeluarkan bunyi khas nan merdu mendayu terutama pada malam yang sunyi.
Karena kertas Kolope antiair, maka layang-layang ini tahan mengangkasa siang dan malam, selama berhari-hari. Sekehendak pemiliknya, kapan mau diturunkan. Dan, karena setiap orang memiliki ukuran pita Kamumu yang digemarinya, maka bunyi yang dihasilkannya juga menjadi spesifik.
Tak heran, bagi telinga yang berpengalaman, hanya dari bunyi kamumu, segera bisa menebak siapa pemilik layang-layang yang mengangkasa di atas langit malam itu. (*)
Comments
Post a Comment