Skip to main content

Posts

Kualitas Dunia

Waktu Maryam bersandar di pohon tiba saat akan melahirkan, Tuhan menyuruh Maryam menggoyang pokok kurma agar buahnya jatuh untuk dia makan. Tuhan perlu seseorang menjatuhkan buah?  Maryam sedang kepayahan menahan sakit, bernapas saja sulit. Tidakkah Tuhan tahu itu.  Kalau memang Tuhan ingin memberikan pertolongan, Dia bisa memerintahkan buah itu jatuh sendiri. Apa susahnya, Dia kan Mahakuasa.  Tapi tidak... Saat Nabi Musa terjebak di tepi pantai, di depannya lautan sedangkan di belakang pasukan Firaun makin mendekat, Tuhan menyuruh Musa memukulkan tongkatnya supaya laut terbelah. Apa tidak salah? Yang menyuruh ini adalah Tuhan yang kuasa membuat laut kering dengan sendirinya tanpa perlu tongkat segala macam. Untuk apa lagi pakai acara pukul tongkat. Tapi tidak....Musa perlu memukulkan tongkatnya dan Maryam mesti menggoyang pokok korma. Walaupun mungkin menggoyang itu hanya syarat saja bagi Tuhan. Padahal, biar Maryam sentuh pohonnya sedikit barangkali buahnya akan segera ...

Corona Memperkuat Kelor

Covid-19 itu memperkuat segala sesuatu. Yang positif dibuat lebih positif, yang negatif makin negatif. Orang yang lemah daya tahan tubuhnya akan diturunkan jadi sakit. Orang yang ada penyakit bawaan, penyakit itu bakal diperhebat.  Yang pintar akan ditantang semakin cerdas agar menemukan antivirusnya.  Pokoknya, coronavirus memaksa semua topeng terbuka. Yang pura-pura pintar akan kelihatan aslinya, yang pura-pura waras bakal terbuka jati dirinya. Untuk menangkal corona, Menteri Kesehatan Terawan bilang bisa sembuh sendiri, Presiden Jokowi meresepkan obat antimalaria. Ada juga saran dari Menhub Budi Karya yaitu nasi kucing, Wapres Maruf Amin sarankan susu kuda liar, Mendagri Tito Karnavian anjurkan banyak makan tauge, peneliti UI dan IPB merekomendasikan kelor. Dengar yang terakhir ini, orang ramai-ramai cari kelor. Di kota Kendari, menjadi pemandangan sehari-hari orang naik motor sambil tenteng batang kelor.  Mereka menanam 2 atau 3 pohon di halamannya.  Di pasar, di...

Bukan Malas...

 Sering sekali terdengar dari mulut penjajah dan orang asing yang menjadi kaya setelah tinggal di negeri ini, padahal mereka awalnya datang sebagai kuli paksa zaman Belanda, mereka mengatakan seperti ini. "Orang Indonesia pemalas. Padahal tanahnya luas, kekayaan alamnya melimpah, hutannya hijau terhampar." Dan pedihnya, anak negeri yang punya sedikit kuasa juga ikut-ikutan menggunakan narasi itu, agar terlihat tinggi dan untuk melarikan kegagalannya mengelola negara. Sebenarnya BUKAN MALAS, hanya TIDAK RAKUS. Penduduk tradisional mengelola alam dengan arif bijaksana, tidak asal makan. Dan mereka tidak menumpuk harta secara serakah untuk dibawa dalam kubur serta diwariskan tujuh turunan. Mereka ini asal bisa hidup sampai musim tanam berikutnya sudah cukup. Memang tidak tampak kaya dalam standar Barat, tapi sejahtera tidak mesti gedung. Mereka meniti hidup dengan norma, bukan dengan segala cara.  Itulah mengapa alamnya hijau lestari berabad-abad lamanya, lingkungan hidup seimba...

Khianat Triumvirat

Rakyat kini sendirian. Ini bukan fitrahnya. Secara alamiah dia berdua tanah air. Hanya berdua, pada awalnya.  Interaksi antara keduanya melahirkan pemerintah. Bertiga, jadilah sebuah negara. Agak ke sini, negara hanya cinta tanah air. Dipakai untuk memodali hegemoni kekuasaan. Kekuasaan untuk membangun ketahanan negara dari ekspansi serta keterbelakangan setelah trauma penjajahan. Semakin ke sini, negara hanya cinta kekuasaan. Tanah air dijadikan objekan, rakyat dianggap ancaman, sementara potensial lawan diajak berteman. Sejak pemerintah berselingkuh dengan investor, negara jadi distributor, rakyat jadi pasar.  Distributor produk-produk luar negeri, dari negara-negara kreditor. Supaya terdengar eksekutif style mereka namakan impor. Rakyat hanya jadi objek pajak untuk mengisi APBN, yang dipakai untuk menyelenggarakan kenyamanan investor. Lalu, perlahan-lahan taipan mengambil alih tanah air, menguasai kekuasaan.  Tanpa tanah air, rakyat tak bisa bertani dan beternak. Menja...

Ibu

Ibu pada saat kita sakit, dia jadinya yang gawat. Padahal kadang kita hanya selesma, tapi gegernya serumah. Dia ingin sekali kalau bisa sakit itu pindah ke dia saja. Itu ibu, bagaimana Tuhan? Tidak mungkin ibu lebih penyayang kepada kita daripada Tuhan. Ibu hanya manusia, tapi Tuhan, kita adalah mahakarya-Nya sendiri. Ibu bila kita meminta sesuatu, bergetar sendi-sendinya ingin segera memenuhi. Kalau uang tak ada, diupayakannya sampai dapat walau mengutang atau menjual barang berharga. Itu ibu, bagaimana Tuhan? Tidak mungkin ibu lebih peduli kita daripada Tuhan. Ibu hanya manusia, tapi Tuhan, kita adalah mahakarya-Nya sendiri. Begitulah orangtua, hanya dia dengan Tuhan yang menyayangi kita tanpa pamrih. Tulus dan murni. Tapi bila dia tua, ada anak yang membawanya ke panti jompo.  Andaikata ibu tahu kelak kejadiannya akan seperti ini, mungkin setelah lepas tetek sang anak diantarnya ke panti asuhan. Tapi waktu tidak bisa diputar ke belakang. Dan kini dia sudah rapuh, di keadaan sang...

Ketika Bayi Dilahirkan

  Ketika bayi dilahirkan..... "Sedang diapakankah saya," pikir bayi itu. "Mengapa saya tidak nyaman lagi. Siapa yang melakukan ini kepadaku. Apa yang sebenarnya terjadi?"  Dan dia pun menangis. Tangis pertama dalam hidupnya. Sejak itu, setiap kali dia merasa tidak nyaman, dia pikir sedang disakiti. Dia belum tahu apa itu sakit. Karena dia sebelumnya baik-baik saja. Bermain, tidur dalam buaian yang hangat dan nyaman, mengisap jempol, bermimpi. Tubuhnya mencukupi kebutuhannya sendiri. Dia tidak pernah mengalami lapar dan haus. Semua terpenuhi secara otomatis di dalam dirinya sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Dia bahkan tidak perlu memikirkannya. Jadi, ketika sesuatu yang tidak mengenakan terjadi pada dirinya, apakah itu lapar atau dingin, dia pikir sedang disakiti lagi. Dia pun menangis lagi. Bayi ketika muncul ke dunia merasakan kesakitan dan penderitaan yang hebat.  Dia berasal dari tempat nol gravitasi, dalam cairan yang hangat dan stabil.  Tiba-tiba dia m...

Embun Pagi

Subuh tidak sehening kelihatannya. Ada kesibukan dalam diam. Sebuah operasi senyap. Yang terdengar lapat-lapat hanya titik-titik embun yang jatuh dari daun ke daun lalu ke tanah. Jika suara subuh diperbesar, ia tidak kalah berlagu dari philharmonic orchestra. Subuh dengan halimunnya, bergiat mempersiapkan segala sesuatu menyambut kedatangan mentari di ufuk timur.  Mereka mulai bekerja ketika orang masuk ke peraduan. Halimun menyelimuti udara, mengikat debu polutan, lalu meluruhkannya ke bumi bersama embun pagi.  Biar udara bersih dan kau lihat daun-daun hijau berseri, sejuk dipandang mata.  Dan bila fajar menyingsing, alam tampak cemerlang, mereka pun menghilang. Tiada pujian, tak juga tepuk tangan. (*)