Ketika bayi dilahirkan.....
"Sedang diapakankah saya," pikir bayi itu.
"Mengapa saya tidak nyaman lagi. Siapa yang melakukan ini kepadaku. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Dan dia pun menangis. Tangis pertama dalam hidupnya.
Sejak itu, setiap kali dia merasa tidak nyaman, dia pikir sedang disakiti.
Dia belum tahu apa itu sakit. Karena dia sebelumnya baik-baik saja. Bermain, tidur dalam buaian yang hangat dan nyaman, mengisap jempol, bermimpi.
Tubuhnya mencukupi kebutuhannya sendiri. Dia tidak pernah mengalami lapar dan haus. Semua terpenuhi secara otomatis di dalam dirinya sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Dia bahkan tidak perlu memikirkannya.
Jadi, ketika sesuatu yang tidak mengenakan terjadi pada dirinya, apakah itu lapar atau dingin, dia pikir sedang disakiti lagi. Dia pun menangis lagi.
Bayi ketika muncul ke dunia merasakan kesakitan dan penderitaan yang hebat.
Dia berasal dari tempat nol gravitasi, dalam cairan yang hangat dan stabil.
Tiba-tiba dia memasuki medan gravitasi, dalam ruang udara yang kering dan berubah-ubah.
Rasanya tak beda astronot yang baru pulang dari luar angkasa.
Tulangnya lemah lunglai, dan gravitasi mengganggunya sangat. Kulit serasa terbakar setiap saat.
Ditambah derita karena terimpit selama berapa waktu di jalan lahir. Sungguh, kesakitan berlapis-lapis. Kesakitan dan juga kejatuhan.
Dia baru saja kehilangan segala yang sudah dimiliki. Kemewahan, kenikmatan, dan keistimewaan hidup, sekejap sirna.
Untuk keseluruhan rasa sakit itu dia sepatunya menangis berhari-hari. Tapi dia terlalu lelah, kehabisan tenaga.
Sakit di tempat terasing, sendirian, tak berdaya. Entah yang melahirkannya akan menyayanginya atau tidak, menggendongnya atau membuangnya, semua masih tanda tanya.
Hanya karena pengalaman ini tidak tersimpan dalam ingatan, kita tidak mengenang dia sebagai guncangan terhebat yang pernah kita alami.
Bertolak dari situ, ketika sesuatu yang tidak mengenakan terjadi pada dirinya, apakah itu demam, batuk atau flu, dia pikir sedang disakiti lagi. Dia hanya bisa jengkel pada semua orang dan menangis saja.
Sikap mental ini akan terus bertahan selama bertahun-tahun lagi.
Pada saat dia berlajar berjalan dan terantuk kursi, dia akan menyalahkan kursi atas rasa sakitnya untuk diadukan pada ibunya.
Sampai suatu waktu apabila dia mengalami kegagalan, keterasingan, dan penderitaan, dia terlebih dahulu menoleh pada dirinya sendiri dan bertanya 'apa yang salah, ketika itulah dia dikatakan telah dewasa. (*)
Comments
Post a Comment