Covid-19 itu memperkuat segala sesuatu. Yang positif dibuat lebih positif, yang negatif makin negatif.
Orang yang lemah daya tahan tubuhnya akan diturunkan jadi sakit. Orang yang ada penyakit bawaan, penyakit itu bakal diperhebat.
Yang pintar akan ditantang semakin cerdas agar menemukan antivirusnya.
Pokoknya, coronavirus memaksa semua topeng terbuka. Yang pura-pura pintar akan kelihatan aslinya, yang pura-pura waras bakal terbuka jati dirinya.
Untuk menangkal corona, Menteri Kesehatan Terawan bilang bisa sembuh sendiri, Presiden Jokowi meresepkan obat antimalaria.
Ada juga saran dari Menhub Budi Karya yaitu nasi kucing, Wapres Maruf Amin sarankan susu kuda liar, Mendagri Tito Karnavian anjurkan banyak makan tauge, peneliti UI dan IPB merekomendasikan kelor.
Dengar yang terakhir ini, orang ramai-ramai cari kelor.
Di kota Kendari, menjadi pemandangan sehari-hari orang naik motor sambil tenteng batang kelor.
Mereka menanam 2 atau 3 pohon di halamannya.
Di pasar, dia jadi sayur paling mahal sekarang. Kelor tiba-tiba jadi primadona.
Dibuatkan Lagu
Sebelum itu, kelor dipandang sebelah mata.
Bahkan dalam permainan kartu, kelor paling rendah nilainya dibanding yang lain.
Di jenis sayuran, dia juga paling bawah kastanya di pasar.
Dahulu, kelor dibicarakan untuk ditertawakan.
Sampai-sampai ada yang memparodikan lagu "Oh, Carol" yang dipopulerkan penyanyi Amerika Neil Sedaka menjadi "Oh, Kelor".
Kelor Map
Di Sultra ada suku yang sangat mencintai kelor. Suku yang mendiami Pulau Muna.
Halaman rumah mereka, biar tiada bunga-bunganya yang penting ada kelornya.
Perilaku ini mereka bawa sampai di perantauan.
Kalau ketemu rumah di Sabang atau di Merauke ada pohon kelor di halamannya, kemungkinan besar itu orang Muna.
Di samping selalu mengingatkan akan kampung halaman, kelor juga memudahkan keluarga dari kampung cari alamat.
Tidak perlu panjang lebar menjelaskan. "Pokoknya, kalau sudah sampai di gerbang, cari saja tempat ketinggian lalu kasih keliling mata. Di mana ada pohon kelor, itu dia rumahku."
Kandungan Kelor
Di Muna, kelor lebih dari sekadar sayur. Ia sangat dihormati. Terlarang dilangkahi, tidak boleh dipukulkan kepada orang.
Jadi, ia bukan saja mengandung vitamin, tapi dipercaya juga mengandung mistis.
Tidak ada orang kebal senjata jika dipukulkan kelor. Pasti meringis.
Ia tidak dimakan oleh orang yang berilmu hitam, khawatir ilmunya gugur.
Ia juga dipakai untuk melumpuhkan binatang jadi-jadian yang disebut parakang.
Namun pandemi corona mengubah banyak hal di bumi.
Parakang yang semula takut kelor, mulai tanam kelor juga. Dan main tik-tok. Biar tidak bosan di rumah terus.
Kemudian, kalau lihat rumah ada pohon kelornya, sekarang ada 2 kemungkinan; kalau bukan orang Muna berarti orang takut corona. Oh, kelor. (*)
Comments
Post a Comment