Sering sekali terdengar dari mulut penjajah dan orang asing yang menjadi kaya setelah tinggal di negeri ini, padahal mereka awalnya datang sebagai kuli paksa zaman Belanda, mereka mengatakan seperti ini.
"Orang Indonesia pemalas. Padahal tanahnya luas, kekayaan alamnya melimpah, hutannya hijau terhampar."
Dan pedihnya, anak negeri yang punya sedikit kuasa juga ikut-ikutan menggunakan narasi itu, agar terlihat tinggi dan untuk melarikan kegagalannya mengelola negara.
Sebenarnya BUKAN MALAS, hanya TIDAK RAKUS.
Penduduk tradisional mengelola alam dengan arif bijaksana, tidak asal makan. Dan mereka tidak menumpuk harta secara serakah untuk dibawa dalam kubur serta diwariskan tujuh turunan.
Mereka ini asal bisa hidup sampai musim tanam berikutnya sudah cukup. Memang tidak tampak kaya dalam standar Barat, tapi sejahtera tidak mesti gedung.
Mereka meniti hidup dengan norma, bukan dengan segala cara.
Itulah mengapa alamnya hijau lestari berabad-abad lamanya, lingkungan hidup seimbang. Sungainya jernih tempat bermain burung margasatwa. Kehidupannya tenang, lingkungannya asri.
Sampai saat datang para pebisnis rakus, merampok hutan secara besar-besaran, menjarah kekayaan alam, menyuap pejabat lokal bermental korup.
Kemudian setelah memiskinkan penduduk sekitarnya, sambil mengelus perut buncitnya mereka berujar, "Bagaimana mau sejahtera kalau malas".
Padahal andaikata penduduk asli berpemikiran serupa mereka, apa mereka sangka ada yang tersisa buat mereka gasak hari ini?
Maaf, BUKAN MALAS, hanya TIDAK RAKUS. (*)
Comments
Post a Comment