Skip to main content

Posts

Kepala

Sepertinya saya tahu kenapa pria disebut kepala rumah tangga..... Karena perempuan secara genital tercipta tidak lengkap. Ada satu yang kurang darinya.  KEPALA Dia tidak punya kepala Jadi dia butuh kepala untuk melengkapi dirinya, mengisi "CERUK" kekurangannya, menyempurnakannya.  Sejak semula dia memang hanya bulat telur, sampai datang kepala dengan berenang-renang, lalu dia menjelma seorang perempuan cantik Setelah lahir dia tetap tidak memiliki satu kepala lainnya, pada saat lawan jenisnya lengkap dengan dua kepala. Hidup dengan satu kepala tentu tidak mudah. Belum lagi tubuhnya secara naluriah akan menuntut kepala kedua. Dia bisa dipermainkan kehidupan. Tergilir kesana kemari. Hidup tanpa arah tujuan. Menjadi objekan saja. Dieksploitasi "CERUK" kekurangannya oleh lawan jenis atau mengeksploitasinya sendiri. Maka dia harus DIKEPALAI Kepala yang tidak hanya berfungsi mengisi "CERUK" kekurangannya saja, melainkan sekaligus menjadi imam yang melindunginya ...

Sketsa 80-an: Pasar Lama

Pasar lama berdiri di lokasi yang sekarang Alun-Alun Raha. Seluas itu juga. Berbagi tempat dengan terminal dan pusat kuliner.  Tahun 80-an itu persis di tepi pantai. Sejumlah proyek reklamasi membuatnya sekarang jadi lebih jauh ke dalam. Wajah Pasar Lama Ramai anak sekolahan mejeng sambil menunggu mobil di terminal pada jam-jam pulang.  Sekolah dulu terbatas sehingga banyak tetangga kota turun sekolah di Raha, pulang balik naik mikrolet. Belum ada ojek. Semua bertemu di satu titik, pasar lama. Pasar dulu punya pelataran yang luas, ada tiang bendera seperti yang biasa berdiri di halaman sekolah. Pelataran itu tempat "penjual obat" beratraksi dengan sulap-sulapnya yang memukau. Bakar kertas jadi uang.  Ada Latando perform bersama ularnya. Ada Kamran pamer keampuhan obat sakit giginya, Mustari jualan obat gosok minyak serai, dan Mr Jack menawarkan obat kuat, serta banyak lagi. Selain penjual obat, di pelataran menyelip penjual es sirop gerobak, geroncong, kadang juga ada hal...

Sketsa 80-an: Musik

Seniman tahun 80-an menyuguhkan kami segala jenis musik. Mulai dari seriosa, keroncong, gambus, pop, rock, dangdut, disko, jazz, bosas, blues, country, rege, balada, sampai kasidah. Semua genre itu ada artis-artisnyanya tersendiri. Kami jadi kenal jenis-jenis musik di dunia dan percampurannya. Telinga kami kaya dengan warna-warni aliran musik.  Tidak ada di zaman kami, karena pop laris manis lalu semua artis main di pop.  Tetapi masing-masing dengan warna musiknya berusaha memikat telinga pemirsa sekuat tenaga. Jadilah mereka punya penikmat setianya sendiri-sendiri. Bila kamu berjalan-jalan keliling kota tahun 80-an, kamu akan menemukan rumah ini putar lagu ini, rumah itu putar lagu itu, tidak semua rumah terdengar nyanyian yang sama.  Sesuai selera masing-masing saja. Tiap orang memutar lagu populer dari aliran musik kegemarannya yang rilis pada saat itu. Walau memang tidak kaku seperti satu orang satu genre. Ada orang yang menyukai beberapa aliran musik, namun ada satu ...

Sketsa 80-an: Karanu

Di Raha, pohon buah-buahan tahun 80-an itu unik. Pohon terdiri atas akar, batang, dahan, ranting, daun, buah, dan botol.  Ya botol. Botol kaca. Biasanya botol Lemonade, 7up, Beras Kencur, kadang juga botol bir hitam, jenever. Keberadaan botol di sini tentu tidak alamiah, melainkan sengaja digantung oleh pemiliknya. Namanya karanu. Penangkal pencuri. Tidak banyak lahan punya pagar. Lagi pula kejahilan tidak bisa dihentikan oleh pagar. Jadi orang melindungi asetnya dengan karanu. Karanu berisi air yang sudah dimantra-mantrai dengan kutukan.  Kutukannya macam-macam. Mulai dari penyakit kuning, gatal-gatal, bengkak perut seperti ikan buntal atau disebut karanu buntuti.  Ada juga yang bikin pelaku maunya mencuri terus, dan terus, sampai ditangkap polisi baru puas. Kadang ada juga botol yang digantung hanya untuk menakut-nakuti saja. Tidak ada karanunya. Jadi kalau ketemu pohon yang ada botolnya, itu artinya empunya melarang buahnya diganggu. Mengerti sendiri saja. Entah benar ...

Sketsa 80-an: Kapal Kayu

Pelabuhan Raha dulu sentral. Titik tolak lalu lintas kapal penumpang rute Kendari-Raha-Baubau. Dan pelabuhan transit yang bergairah. Jalur dilayani oleh kapal motor antara lain Cahaya Alam, Bawakaraeng, Imalombasi, Ilologading. Foto KM Bawakaraeng yang sempat diabadikan seseorang Kapal kayu, dermaganya pun masih kayu. Tahun 80-an segalanya masih sederhana. Tapi kesibukannya melampaui zamannya. Di Raha kapal dibagi, ke Kendari dan ke Baubau. Pelabuhan sangat ramai pada malam hari. Ada penjual gogos dan telur masak, buah-buahan, kacang kulit goreng, rokok, gula-gula, kue, macam-macam. Kacangnya digoreng pakai pasir, garing sekali. Ke Kendari ditempuh 7 atau 8 jam. Saking lamanya, tak jarang tercipta cinta satu malam. Tarik jangkar pukul 10.00 malam, berlabuh di Kendari subuh pukul 05.00. Beberapa orang memilih tidur-tiduran dulu di kapal, terang matahari baru turun. Lainnya langsung beranjak walau dunia masih gelap. Ada yang ke Kendari hanya turun belanja barang, kemudian balik lagi ke R...

Sketsa 80-an: Kota Jati

Raha, sebuah kota pelabuhan yang tenang. Diapit laut dan hutan jati. Laut di timur, hutan jati di barat. Kotanya tidak luas, melainkan memanjang mengikuti garis pantai. Lebarnya dulu hanya kurang lebih 3 kilometer dari bibir pantai ke tepi hutan jati. Raha, pulau berbahan kars, persembahan mahakarya tektonik. Udaranya perpaduan aroma garam dan wangi bunga jati alam. Gairahnya merupakan pergolakan antara deru angin laut yang beringas dan semilir hawa rimba yang tentram. Baca Juga: Napabale Laguna, Lukisan Vagina Alam Tahun 80-an jalan ke Tampo dan Warangga jati berjajar di kiri kanan jalan raya, dahannya sudah saling bertaut. Melewati jalan itu sama dengan memasuki terowongan gelap. Matahari tidak tembus.  Jati tidak ada yang dibuang. Daunnya jadi pembungkus ikan dan pewarna alami, rantingnya kayu bakar, dahannya pagar, batangnya bahan rumah, akarnya jadi gembol. Bagaimana Pulau Muna bisa melimpah pohon jati, ada kisah yang diceritakan turun-temurun. Awal abad ke-15, memerintah Kera...

Sketsa 80-an: PHB

Dalam dunia percintaan 80-an ada yang namanya PHB, kata sandi dari PENGHUBUNG. Dia yang mengantarkan surat-surat atau pesan-pesan.  Dulu ketemu langsung susah. Orang tua menjaga anak perempuannya seperti emasnya. Telepon rumah masih barang mewah, telepon genggam 20 tahun lagi baru muncul. Saking sulitnya bertemu, lihat pagar rumahnya saja sudah senang. Lebih-lebih kalau bisa lihat dia dari jauh saat lewat depan rumahnya. Sudah tidak bisa tidur malamnya. Terbayang-bayang wajahnya. Dan apa juga yang membuat apabila tak sengaja harus lewat depan rumah doi, semakin dekat dengan rumahya semakin berdebar jantung? Jadi, kalau ada cowok naksir cewek, dicarilah perempuan yang akrab dengan si doi. Dimintai tolong, "sampaikan salamku". Kalau doi bilang "kembali salam", itu tanda jadian. Sesederhana itu. Jadi kirim salam itu dulu azimat. Sampai di sini bukan berarti tugas PHB selesai. Hari-hari selanjutnya, peran PHB semakin penting. Dia yang pergi ke rumah doi. Dia yang memint...