Skip to main content

Posts

Borombonga Makhluk Pemakan Api

Jagapati Pulau Selaksa Jati Borombonga atau Laborombonga terakhir kali terdengar sekitar tahun 80-an. Gergasi yang tinggal di hutan itu momoknya perlahan-lahan redup, seiring hilangnya sebagian besar kawasan hutan, menyusul perambahan besar-besaran tidak lama setelah hadirnya industri kayu pertama menjejak Pulau Muna tahun 1986. Laborombonga digambarkan sebagai monster dan pembunuh. Kesukaannya memakan manusia dan bara api. Keberadaannya sangat misterius. Menurut warga setempat, siluman ini akan muncul dan terutama sekali sangat senang bila melihat ada perapian di tengah hutan. Ia menjadi momok bagi para pencari kayu bakar dan pengolah hasil hutan. “Biasanya ia menyaru binatang langka. Banyak ditemui pada permukiman baru. Pada lahan-lahan yang baru dibuka, isu pertama yang kerap ditemui petani adalah selalu dihantui binatang-binatang aneh,” tutur La Ode Abi, orang tua yang tinggal tidak jauh dari tepi Hutan Warangga, Raha. Tidak mengejutkan, sebab pembukaan lahan baru melibatkan...

Mendulang Mutiara di Kebun Rumbia

Di tanah ini, rumbia pernah menjadi segalanya. Mulai dari atap hingga alas perut. Sampai suatu hari, segalanya menjadi tak terperi. Basir baru saja menyelesaikan panen 17 batang rumbia (pohon sagu), Minggu siang medio Mei 2014. Sembilan batang di antaranya tidak berisi penuh. Dua hingga tiga meter tiap mereka harus dibuang. Pria berusia 68 tahun tepekur. Air mukanya sewarna kelam baja ruang kebun yang diliputi mendung. Ditingkahi gerimis, dalam langkah pulang ke dangau yang didirikan di tepi Sungai Lapulu, Basir mencari langit lewat celah rerimbunan daun rumbia. "Kalau kebanyakan air, pembentukan isi terganggu," katanya, sambil membanting pandangan ke jalanan berlumpur di depannya. Selama curah hujan tinggi sepanjang tahun, ia akan selalu kehilangan dua atau tiga dari delapan karung tawaro (sagu)  yang dihasilkan setiap pohon rumbia. Memulai usaha pengolahan tawaro   sejak 1972 di Desa Lamomea Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan,  Basir mengingat di...

Melawan Penjajah dengan Kampanaha

Kampanaha bagi kaum perempuan Kerajaan Muna tidak sekadar kesukaan mengunyah sirih. Ia menjadi salah satu alat perjuangan ketika negeri dirudapaksa penjajah. Tentu saja tidak seheroik kisah perempuan Aceh bernama Malahayati ketika menghimpun janda-janda para pejuang yang gugur di medan perang, lalu mengangkat senjata menentang penjajahan Belanda. Penggalan cerita terbaik Malahayati ada di geladak kapal ketika ia memaksa perang laut. Malahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman, dalam pertempuran satu lawan satu. Dengan sebab itu, ia mendapat gelar laksamana. Malahayati, laksamana wanita pertama di dunia, sebenarnya. Kampanaha adalah kotak berisi bahan-bahan membuat ramuan sirih. Mengunyah ramuan ini oleh bahasa ibu disebut mepana. Gerakan Mepana oleh perempuan Muna, lebih pada perlawanan tanpa senjata. Dunia mengenal garam dalam sebait sejarah pembebasan sebuah bangsa. Suatu ketika Inggris mengambil kebijakan yang keras terhadap negeri jajahannya, India, sampai-sampai warga Ind...

Rencana Dua Alam di Teluk Kendari

Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam mempunyai rencana besar di Teluk Kendari, megaproyek jembatan layang Bahteramas. Tapi, alam lingkungan juga mempunyai rencananya sendiri di sana, jembatan Delta 32 Ada yang lupa dihitung oleh gubernur ketika menggagas jembatan penghubung dua sisi yang saling berhadap-hadapan, melintas di atas teluk. Yaitu tentang apa yang sedang terjadi di bawah permukaan laut Teluk Kendari. Pakar ekologi Universitas Haluoleo, Dr Ir La Ode Alwi MSi mengungkapkan hasil penelitiannya, kedalaman awal teluk mencapai 23 meter. Kini, titik terdalam hanya 6,5 meter. Ketebalan sedimen kurang lebih 16,5 meter. “Kalau tidak ada perlakuan terhadap teluk, maksud saya kalau dibiarkan begitu saja tidak dikeruk, saya prediksi tahun 2020 Teluk Kendari sudah menjadi daratan,” kata La Ode Alwi, saat disambangi wartawan koran ini di kediamannya pada 9 September 2013. La Ode Alwi tidak tidak sendirian dalam hal ini. Laporan Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai (B...

Dalam Asuhan Gelap

Embun lahir dari rahim gelap. Ia diciptakan dari kabut yang pekat. Yang hadir setiap tengah malam dan meriah keberadaannya pada subuh hari. Lantaran dia udara menjadi bersih. Dan, dengannya paru-paru kita menjadi segar, hingga ia siap mendukung langkah pertama kita mengawali hari. Apa yang bisa kita raih dengan bergiat sepanjang hari, pada saat yang sama kita melepas zat buangan ke pangkuan alam. Sebagian besar adalah polusi. Polusi yang tercipta pada siang hari ditangkap lalu lalu dikerangkeng dalam setiap butir embun, kemudian dibenamkan ke bumi untuk dilarutkan di dalam tanah. Organik dalam tanah siap mengurainya menjadi sesuatu yang tidak pernah kita sangka bahwa itu dahulunya adalah polutan. Karena ia mungkin saja telah berupa mangga, pisang atau jambu. Entah dari bahan apa gelap diciptakan, kehidupan butuh keduanya; gelap dan terang. Apa yang kita butuhkan dari terang untuk hidup, tumbuh dan berkembang, sama besar dengan dukungan apa yang kita perlukan dari gelap. (*)

Superiornya Usaha Pertambangan

Usaha pertambangan nikel pertama kali menginjakkan kaki di Konawe Utara Rakyat hilang dari pasal 33 UUD 45 begitu bicara soal tambang. Sebuah pasal yang menjadikan usaha pertambangan begitu superior dan menduduki tempat sangat istimewa dibanding usaha lainnya. Dalam praktiknya, bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran, titik. Bupati Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Imran MSi, saat bincang-bincang dengan wartawan disela kunjungannya ke PT Ifishdeco, Selasa (20/9/11) lalu, mengatakan pada sebidang tanah setiap orang hanya berhak atas aset permukaan, tidak kandungan di dalamnya. Pemikiran itu berpijak di atas pasal 33 UUD 1945. Dari pasal itulah, terang Imran, lahir pemilahan dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan serta pertambangan. Potensi bumi yang berada di atas permukaan tanah selanjutnya diurus dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan. Sedangkan urusan bawah tanah dikelola ...

Tambang Datang Tembilang Asing

Kandungan mineral menyeruak di tengah pertanian subur dan hutan belantara. Kolaka, bahkan di kolong rumah penduduk berkubang Nikel. Sebuah transisi yang radikal menyusul, mendesak, merongrong struktur kehidupan pertanian yang mapan. Gubernur Sulawesi Tenggara La Ode Kaimoeddin pernah melontarkan pernyataan yang kemudian menjadi aksioma paling terkenal. "Mau membangun lihatlah Kendari, Mau berpolitik bergurulah di Muna, Mau berdagang belajarlah di Buton, mau bertani belajar dari Kolaka". Hingga Kaimoeddin meninggal dunia, dan dua gubernur memerintah sepeninggalnya, aksioma ini belum banyak mengalami deviasi. Kecuali Kolaka, sekira memulai start tahun 2009, Kolaka ibarat diayak-ayak. Lahan pertanian dan perkebunan sepanjang mata memandang, dibalik satu lapis, lalu seketika dihujamkan jauh ke dasar bumi. Sebaliknya, apa yang ada di perut bumi dikeluarkan ke permukaan untuk dikelola sebagai penghidupan sehari-hari.   Sejak itu pacul dan tembilang menjadi benda yang asing. Sepe...