Skip to main content

Tambang Datang Tembilang Asing

Kandungan mineral menyeruak di tengah pertanian subur dan hutan belantara.

Kolaka, bahkan di kolong rumah penduduk berkubang Nikel. Sebuah transisi yang radikal menyusul, mendesak, merongrong struktur kehidupan pertanian yang mapan.

Gubernur Sulawesi Tenggara La Ode Kaimoeddin pernah melontarkan pernyataan yang kemudian menjadi aksioma paling terkenal.

"Mau membangun lihatlah Kendari, Mau berpolitik bergurulah di Muna, Mau berdagang belajarlah di Buton, mau bertani belajar dari Kolaka".

Hingga Kaimoeddin meninggal dunia, dan dua gubernur memerintah sepeninggalnya, aksioma ini belum banyak mengalami deviasi. Kecuali Kolaka, sekira memulai start tahun 2009, Kolaka ibarat diayak-ayak.

Lahan pertanian dan perkebunan sepanjang mata memandang, dibalik satu lapis, lalu seketika dihujamkan jauh ke dasar bumi. Sebaliknya, apa yang ada di perut bumi dikeluarkan ke permukaan untuk dikelola sebagai penghidupan sehari-hari. 

 Sejak itu pacul dan tembilang menjadi benda yang asing. Seperti sesuatu yang berasal dari suatu tempo yang jauh, sebuah benda purbakala. Lebih mudah mendapatkan Ore Nikel ketimbang menemukan tulang belulang orang tua mereka yang meninggal tiga tahun lalu.

Tambang telah membenamkan segalanya; hutan, kebun, sawah, ladang, peninggalan adat, cagar budaya, situs sejarah, tanah ulayat, tidak terkecuali makam leluhur. Euforia tambang boleh dikata semakin mempercepat rentang jarak keterasingan leluhur dari kekinian masyarakat.

"Berapa truk oremu, berapa persen kadarnya, ambil solar di mana, kapan pemuatan," hanya itu kosa kata yang terdengar sehari-hari, kata Azis, warga Kolaka.

Ia mengemukakan, orang tidak peduli siapa yang jadi bupati, kepala dinas, bagaimana pemerintahan bekerja, atau sudah sampai di mana pembangunan berjalan, semua tidak menarik lagi. Semua bicara, hanya ore, ore, dan ore, seperti sedang dimabuk tambang. 

Sempat terselip pembicaraan lain hanya ketika terjadi polemik Bupati Kolaka Buhari Matta dan Gubernur Nur Alam belum lama ini.

Satu kecamatan bisa 8 perusahaan tambang mengeruk di sana. Tidak heran, kabupaten dengan 20 kecamatan itu seperti dicabik-cabik. Dengan kecepatannya, sebuah perusahaan dapat membuat pengapalan setiap minggu.

Sekali pemuatan, sebuah kapal mengangkut sedikitnya 50 ribu metric ton ore nikel. Laut ditimbun sepanjang hampir 2 kilometer untuk membuat dermaga, agar truk-truk ore bisa langsung mencapai kapal.

Aktivis Green Press, Hasrul, mencatat dalam litigasinya, laut sudah berwarna cokelat. Sepanjang garis pantai desa Tambea, Haka Tutobu, Hokohoko, dan desa Sopura atau kurang lebih 21 kilometer, sedimen mencapai 10 mil kearah laut dari pasang tertinggi.

Ketebalan sedimen rata-rata 0,5 hingga satu meter. Pada bentang pantai itu terdapat sejumlah aktivitas budidaya rumput laut dan Teripang. Semenjak tahun 2007 aktivitas ini telah ditinggalkan warga.

Sejumlah lembaga pencinta alam diantaranya Green Press, Corps Pencinta Alam Kolaka (CITAKA), Forsda Kolaka, PPLH Unsultra, dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sultra, Wahana Lingkungan Hidup, Medikra, membentuk Koalisi Masyarakat Sipil (KMS), dalam litigasinya, mengungkapkan ada satu pulau dimana warganya tergusur lembaran izin usaha pertambangan (IUP) sebab seluruh buminya mengandung ore nikel.

Maniang nama pulau itu, dihuni kurang lebih 100 kepala keluarga (KK). Pulau ini pernah menjadi pelarian petani rumput laut Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa, yang usaha budidayanya dibubarkan pencemaran dan sedimentasi.

Belakangan pulau ini dibombardir IUP, membuat 100 KK pelarian kembali berlari. Seluruh infrastruktur yang dibangun pemerintah amblas "digilas" mesin-mesin raksasa perusahaan tambang.

Sebelum 2009, warga Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa hidup dari budidaya teripang, rumput laut, dan hasil tangkapan ikan. Dengan itu, sebulan mampu mencetak uang Rp2 juta hingga Rp10 juta per kepala keluarga.

Marung Solo, Kades Pesouha Kecamatan Pomalaa, mengungkapkan hasil panen sawah warganya mencapai 40 sampai 70 karung. Setahun dua kali panen.

Petani tambak di desa Totobo, kecamatan Pomalaa, Apriadi, mencatat tambak udangnya cukup menggairahkan dengan panen 500 kg sampai satu ton.

Kenangan indah itu pupus, tertindih 64 IUP eksploitasi. Masih ada puluhan IUP antre di belakangnya, sedang dalam proses. Sebuah ekspansi yang kemudian menghilangkan sebagian besar hutan dan menutup sungai-sungai.

Lalu hewan-hewan datang menyerbu perkampungan, secara beramai-ramai mencari nafkah di ladang dan perkebunan masyarakat. Tidak ada lagi yang bisa dimamah di hutan, sebab bahkan hutannya sendiri telah binasa.

Kades Pesouha mencatat dua tahun terakhir petani gagal panen. Selain binatang pengganggu, banjir acap kali merendam persawahan. Tetangga Kolaka, Kabupaten Konawe Utara, di desa Tapunggaeya Kecamatan Lasolo gedung sekolah SDN 1 dan SMP 3 sudah dikepung lubang galian.

Bising mesin raksasa dan kabut debu menyelimuti aktivitas persekolahan. Memang, sekolah ini harus bubar, bukan saja karena di bawah lantai sekolah itu penuh dengan ore nikel tapi lokasi ini masuk arsiran IUP. 

Mayoritas penduduk sebanyak 906 jiwa ini adalah tani dan nelayan. Seperti saudaranya di Kolaka, kini mereka menjadi buruh harian, sebagian terpaksa atau dipaksa menjadi pengangguran. (*)

Baca Juga:
Superiornya Usaha Pertambangan

 

Comments

Popular posts from this blog

Lagu tentang Desember

Semua hal di dunia ini barangkali sudah pernah dibuatkan lagu. Tidak terkecuali nama bulan. Setiap bulan kayaknya ada lagunya, mulai dari Januari sampai Desember. Seperti halnya bulan ini kita berada di Desember, Indonesia punya beberapa lagu populer yang diciptakan dengan judul Desember. 1. Kenangan Desember - Arie Koesmiran (1970) Arie Koesmiran Ini lagu cewek. Lewat lagu ini si cewek membuka rahasia hatinya yang terdalam. Setiap wanita pasti punya kenangan emas, kenangan yang sangat berkesan dalam hidupnya. Kenangan emasnya dia direbut oleh seorang pria yang pernah membuatnya jatuh hati. Pria itu pun mencintainya sepenuh hati. Kedua remaja  terlibat asmara. Pada malam dia merayakan hari lahirnya di bulan Desember, kekasih hatinya hadir. Asmara sedang mekar-mekarnya. Dia dihadiahi peluk dan ciumaan mesra. Peluk cium pertama yang direguknya. Tak disangka itu yang penghabisan pula. Kisah cintanya dengan pria itu singkat tapi meninggalkan kesan yang sangat dalam. Apakah sang kekasih...

Tempat Keramaian Kendari, Wisata Malam Ruang Terbuka

Kota Kendari punya beberapa pilihan tempat kongko di ruang terbuka, tempat orang membentuk keramaian umum. Beberapa di antaranya menjadi tempat wisata malam pelepas penat, mengendurkan urat syaraf, menurunkan ketegangan setelah seharian sibuk beraktivitas.  Kendari, daerah yang perkembangan kotanya melingkari Teluk Kendari, tidak heran kebanyakan wisata kuliner, hotel, dan spot foto hits dibangun di tepi teluk, menjual view teluk dan dua landmark Kendari yang ikonik, Jembatan Teluk Kendari dan masjid terapung Al Alam. Berikut ini pilihan wisata malam ruang terbuka dan tempat-tempat keramaian yang populer.  1. Kendari Beach Kendari Beach dengan latar Teluk Kendari dan Masjid Al Alam di kejauhan Ada sepenggal jalan bypass di Kemaraya, jalur sepanjang Taman Teratai sampai Meohai Park, sebuah taman yang diapit Jln Ir H Alala dan Jln Sultan Hasanuddin, tempat keramaian pertama di Kendari sejak 80-an dan masih eksis sampai hari ini sebagai tempat favorit nongkrong. Panjangnya hanya ...

Kabupaten Tertua di Sulawesi Tenggara Berikut Modal Otonominya

Bicara kabupaten tertua berarti kembali ke masa awal terbentuknya Sulawesi Tenggara (Sultra) jadi provinsi pada 1964, ketika 4 kabupaten bergabung membentuk satu provinsi. Mereka adalah Kendari, Kolaka, Muna, dan Buton. Keempatnya di masa lalu adalah kerajaan mayor di jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Fakta lainnya, ada 2 afdeling zaman penjajahan Belanda yang bergabung dalam proses terbentuknya Provinsi Sultra. Afdeling Boeton Laiwoi yang terdiri atas onder afdeling Buton, Laiwoi, dan Muna, di tambah satu bekas onder afdeling dari afdeling Luwu, yaitu Kolaka. Afdeling Luwu berdiam di Sulawesi Selatan. Onder afdeling Kolaka ditarik masuk ke afdeling Boeton Laiwoi pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 dan tetap dipertahankan begitu ketika Indonesia merdeka oleh pemerintahan awal negara ini. Pada masa penjajahan Belanda, Sultra merupakan bagian dari Provinsi Celebes (Sulawesi) dengan ibu kotanya Makassar. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno...