Telah diketahui di awal, setelah kematian Bheteno ne Tombula, putranya, Kaghuabangkano menggantikan kedudukan.
Mulai di era Kaghuabangkano, pemimpin digelar "sugi". Sugi berarti "tuan". Kaghuabangkano kemudian digelari Sugi Patola.
Tampuk kepemimpinan setelah dia, diberikan kepada putranya, Lambano, bergelar Sugi Ambona.
Kedudukannya digantikan pula oleh putranya, Sugi Patani. Setelah itu Sugi Patani diganti oleh putranya juga, Sugi La Ende.
Nanti di bawah pemerintahan Sugi La Ende ini didirikan empat kampung baru lagi.
Yaitu Kaura, Lembo, Kancitala, dan Ondoke.
Kaura didirkan penduduk kampung Barangka, Lembo oleh penduduk kampung Wa Pepi, Kancitala oleh penduduk kampung Tongkuno, Ondoke oleh penduduk kampung Lindo.
Pada keempat kampung ini ditunjuk seorang yang mengepalainya sebagai orang tua kampung, tapi tidak digelari kamokula (orang tua) melainkan mino.
Para mino diambilkan dari salah satu keturunan empat kafowawe Mino Wamelai yaitu La Kaura, La Lembo, La Kancitala, La Ondoke.
Keempat kampung ini selanjutnya dinamakan Fato Lindono.
Ketika era Sugi Laende berakhir, putranya Sugi Manuru melanjutkan kepemimpinan.
Sugi Manuru
Sugi Manuru punya istri tiga dan 14 anak. Semua anak ini penting dalam sejarah selanjutnya.
1. Kakodo
2. Manguntara
3. La Kakolo
4. La Pana
5. Tenderidatu
6. Kolipapoto
7. Wa Sidakari
8. Lakilaponto
9. La Pusaso
10. Rimpaisomba
11. Kiraimaguna
12. Patolakamba
13. Wa Gula (perempuan)
14. Wa Ode Pogo (perempuan)
Di era pemerintahan Sugi Manuru tidak banyak perubahan di Muna sampai ia digantikan anaknya, Lakilaponto. (*)
Dipetik dari buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna, Jules Couvreur
Comments
Post a Comment