Skip to main content

Posts

Embun Pagi

Subuh tidak sehening kelihatannya. Ada kesibukan dalam diam. Sebuah operasi senyap. Yang terdengar lapat-lapat hanya titik-titik embun yang jatuh dari daun ke daun lalu ke tanah. Jika suara subuh diperbesar, ia tidak kalah berlagu dari philharmonic orchestra. Subuh dengan halimunnya, bergiat mempersiapkan segala sesuatu menyambut kedatangan mentari di ufuk timur.  Mereka mulai bekerja ketika orang masuk ke peraduan. Halimun menyelimuti udara, mengikat debu polutan, lalu meluruhkannya ke bumi bersama embun pagi.  Biar udara bersih dan kau lihat daun-daun hijau berseri, sejuk dipandang mata.  Dan bila fajar menyingsing, alam tampak cemerlang, mereka pun menghilang. Tiada pujian, tak juga tepuk tangan. (*)

Katimboka: Layangan Pertama di Dunia

Peneliti layang-layang asal Jerman, Wolfgang Bieck, saat memulai penelusurannya pada 1997 mendapati semua literatur menunjuk Cina rumah kelahiran layang-layang dunia. Mengambil tonggak 2800 tahun lalu Cina telah menerbangkan layangan terbuat dari sutra dan bambu emas sebagai bingkainya. Penggalian lebih jauh mempertemukan Wolfgang dengan layang-layang di Asia Tenggara yang lebih primitif. Terbuat dari daun. Baca Juga: Raja Festival Layangan Internasional Itu Bernama Kolope Persepsinya mengenai layang-layang terdamprat. Dari situ dia mulai membuka jalur baru pemetaan asal muasal layang-layang, menggunakan pendekatan teori evolusi. Wolfgang Bieck mengungkapkan hal ini kepada penulis, saat Festival Layang-Layang Internasional 2006 yang diselenggarakan di Kabupaten Muna, satu pulau kecil di Indonesia. Ia menaruh purbasangka, layang-layang sutra hanya mata rantai berikut dari evolusi layang-layang, suatu pengembangan dari layang-layang daun. Persoalannya sekarang, di Asia Tenggara teru...

Haroa di Raha 1990

Zaman beralih, generasi berganti, kebudayaan berevolusi. Bahkan di pulau terpencil di kaki Sulawesi yang didiami suku Muna, gempuran modernisasi tak terlerai. Tradisi haroa pun tak luput dari intrusi. Menunya perlahan berasimilasi. Satu yang masih lestari: Lapa-lapa. Kelengkapan Haroa Haroa, sebuah tradisi berkumpul untuk memohonkan doa-doa atau memanjatkan puji syukur, yang ditutup dengan jamuan makan bersama. Bagi suku yang mana jagung adalah makanan pokoknya, hampir setiap gerak kehidupan bisa diiringkan haroa. Mulai dari menyongsong kelahiran hingga melepas kematian, mendirikan tonggak kegiatan hingga menghargai pencapaian, melunaskan hajatan hingga memuliakan perayaan. Salah satunya, haroa menyambut lebaran. Hidangan yang disajikan tentu bukan menu yang lumrah dikonsumsi sehari-hari, melainkan masakan spesial yang hanya dipersembahkan pada acara penting dan massal, baik upacara adat maupun ritus keagamaan. Pengerjaannya melibatkan proses yang rumit, repot, dan membutuhkan ban...

Perempuan Perca

Pendekatan terhadap kecantikan telah begeser, dari perawatan menjadi perombakan. Di masa lalu kecantikan mengandalkan bahan alami,  di masa kini mengedepankan teknologi. Dalam upaya perawatan terciptalah bedak, sedangkan dalam upaya perombakan lahirlah bedah. Alis tatto, bulu mata palsu, bokong silikon, wajah operasi plastik, bibir filler, payudara botox. Hampir seluruh tubuhnya adalah tambalan-tambalan dari potongan-potongan benda di luar diri sejatinya, yang dijahitkan kepadanya, sampai terbentuk satu identitas baru sesuai imaji yang diinginkannya: Perempuan Perca. Lalu kejadian wanita cantik jelita menikahi pria gagah perkasa, tapi punya anak bikin ternganga jeleknya. Karena DNA hanya menduplikasi gen asli inangnya, bukan tubuh modifikasinya. (*)

Insan Pemalas

Setiap orang punya sifat malas. Tapi ada alasan logis mengapa manusia berbakat jadi pemalas dan senang bermalas-malasan. Pemalas maunya berleha-leha saja sepanjang waktu dan pada saat yang sama memiliki segala-galanya. Mobil mewah, rumah megah, uang segudang, dikelilingi dayang-dayang yang siap melayani kebutuhannya, dan apa yang dia ingini tinggal bilang. Rasa malas tampaknya sifat dasar manusia, sama alamiahnya seperti rasa lapar. Manusia akan melakukan apa saja untuk memuaskan sifat malasnya. Maka ada orang yang bekerja keras hampir sepanjang hidupnya agar kelak bisa bermalas-malasan di hari tua. Mengumpul uang sebanyak-banyaknya supaya bisa setiap saat membiayai kebutuhan sifat malasnya. Kenyataan bahwa manusia pada dasarnya pemalas, sepertinya sengaja dicipta demikian. Ya, itu karena manusia memang didesain sebagai penghuni surga. Lantaran satu dan lain hal, manusia terusir dari surga dan tinggal di dunia, yang mana sekarang apa saja harus diupayakan terlebih dahulu sebelu...

Anabule

Anabule, sebuah ungkapan yang akan sangat sering terdengar di ruang publik di Kota Kendari dalam percakapan sehari-hari. Istilah ini bukan berarti anak orang Bule (Barat). Ia juga tidak ada kaitannya sama sekali dengan manusia bulai atau albino. Barangkali, memang pada awalnya, ia dipakai secara eksklusif untuk menyebut anak yang lahir di luar nikah. Menempatkannya secara sembrono sama saja mengajak berkelahi. Dalam perkembangannya, istilah anabule ungkapan yang ditujukan pada siapa saja. Menjadi kata pembuka atau penutup untuk mempertegas kata yang mengikutinya atau mendahuluinya. Misal, “anabule, kotornya!” atau “bodohmu situ, anabule”. Bahkan kadang-kadang dipakai sekaligus sebagai pembuka dan penutup. Contoh, “anabule, mingir ko , anabule.” Lama kelamaan, maksud dan maknanya pun beragam tergantung situasi. Dewasa ini, istilah anabule bahkan dimaksudkan untuk menyatakan kekaguman. Sama kadarnya dengan “wow”. “Anabule, bagusnya suaranya!” Atau dipakai untuk memelas, mereng...

Cerita Mini: Ketika Nadi Bergetar

Sebuah kecelakaan motor di simpang jalan melibatkan seorang pemuda dan gadis sebaya. Batapapun Tara di posisi benar, Pipit masuk rumah sakit dan divonis gegar otak. Pipit jadi bisu juga lumpuh. Sementara Taratumpu, nama kecil Tara, hanya luka lecet di beberapa bagian tubuhnya dan memar. Ia cuma perlu obat merah dan tukang urut.  Segala kebenarannya tiba-tiba seperti hujan sehari setelah kemarau panjang. Orangtua Pipit tidak menerima keadaan ini.  Ndopita, nama asli Pipit,  anak semata wayang dan sebentar lagi menikah.  Lantaran Pipit lumpuh,  si calon suami batal menikahinya. Tara bukan saja diserahi tanggung ongkos pengobatan tapi juga kewajiban tak masuk akal. Orangtua Pipit menuntut pria 25 tahun menikahi putrinya. Mereka beranggapan, lantaran ulah Tara maka Pipit menjadi seperti ini. Jadi, Tara harus membayar masa depan Pipit yang kelam dengan menjadikannya istri. Impas. Sebenarnya, Pipit bukan saja tidak punya masa depan tapi juga kehilangan masa lalu. Memo...