Manusia hakikinya tidak punya kemampuan bahkan untuk mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri.
Seringkali kita menganggap melakukan sesuatu yang kita pikir memuarakan kebaikan bagi diri, misal, kita ke pasar mengincar sayur bayam yang secara literer kaya vitamin dan zat besinya tinggi, tentu baik bagi tubuh.
Tapi setelah makan, kaki bengkak, asam urat detected.
Ternyata apa yang menurut kita baik belum tentu baik. Lain waktu apa yang kita anggap buruk, rupanya baik.
Setelah memahami situasinya, maka apabila kita mendapat suatu kebaikan, jelas sekarang tidak ada peran kita di situ. Ada invisible hand yang menuntun kita pada kebaikan itu. Tuhan.
Tapi bila kita mendapat keburukan, itu pasti berasal dari kelemahan diri. Bawaan manusia memang selalu salah dan merusak.
Inilah yang dikhawatirkan malaikat ketika manusia pertama hendak dicipta Tuhan untuk dijadikan khalifah di bumi, "Hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah."
Abu Lahab masih hidup--10 tahun lagi baru meninggal--saat Allah menurunkan ayat yang mengabarkan Abu Lahab akan mati dalam keadaan sesat dan neraka sudah menunggunya.
Apakah itu vonis yang direncanakan? Bagaimana jika Abu Lahab di akhir hayatnya mengangkat tangan memohon tobat, apakah Tuhan akan mencegahnya atau menolaknya supaya tetap masuk neraka?
Tentu tidak perlu. Maha Suci Allah dari sifat buruk.
Tuhan hanya perlu "tidak menghiraukan" Abu Lahab.
Maka Abu Lahab akan menghadapi kehidupan berdasarkan pemikirannya sendiri. Yang sudah pasti semua salah, serba merusak dirinya sendiri.
Salah satu ancaman Allah dalam Alquran yang tidak kalah dahsyat sebenarnya adalah "membiarkan". Istilahnya kita, lepas tangan.
Lantaran itu banyak doa dalam Islam yang intinya meminta agar senantiasa berada dalam "tuntunan" Allah.
Karena manusia tidak punya kemampuan bahkan untuk mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri. (*)
Comments
Post a Comment