Skip to main content

Kota Tua, Mesin Waktu ke Jakarta Abad ke-16

Berpose di jembatan dengan latar belakang The Batavia Hotel

Ketika berhadapan dengan kenangan, kita bisa jadi begitu sentimental. Berada di Kota Tua Jakarta, seperti masuk dalam mesin waktu Jhon Titor, tahun 2010 melompat ke tahun 1600. Seperti, masuk dalam buku sejarah akhir abad ke-16 saat Hindia Belanda mendirikan VOC di pelabuhan Sunda Kepala.

Bangunan kuno peninggalan hindia Belanda masih utuh, meski beberapa telah diselip bangunan modern milik swasta. Bisa jadi bangunan modern itu dahulunya adalah bangunan Belanda lalu direnovasi.

Beberapa lagi dijadikan bangunan pemerintah. Walau begitu, nuansa Sunda Kelapa tempo Jan Pieterszoon Coen masih sangat kental. Menurut riwayat, Jan Pieterszoon Coen merebut Jakarta ketika itu masih bernama Jayakarta dari Portugis serta menghancurkan bangunannya. Lalu membangun kembali Jayakarta dan mengganti namanya jadi Batavia.

Nama ini adalah nama sebuah suku Keltik yang pernah tinggal di wilayah negeri Belanda dewasa ini pada zaman Romawi.

Untuk menangkap nuansa kental tempo doeloenya, Kota Tua sebaiknya didatangi pukul 01.00-04.00 dinihari, saat yang ada tinggal bangunan yang sepi dan diri kita sendiri. Naik taksi, sebut saja Kota Tua, sopir sudah tahu. Minta turun di gedung Fatahilah, akan segera bertemu keramaian orang-orang yang punya tujuan sama, berwisata.

Semakin larut semakin ramai. Para fotografer yang tak pernah henti megeksplore angle kota tua, para seniman yang mencari-nilai-nilai diri dengan menepis harga duniawi, atau sekedar mojok bersama pacar.

Tengah malam, nyaris kita tidak bisa melihat perbedaan bangunan itu masih ada Belanda atau Belanda sudah pergi. Hingga kehadiran kita di situ, terbersit sedemikian rupa dalam benak seolah-olah kita pribumi pada zaman itu dan sedang berdiri di tengah kungkungan penjajahan Belanda.

Lalu melihat meriam-meriam serta butir-butir peluru yang masih ada, kadang ingin menjadi orang yang naik ke gedung Staadhuis, Balai Kota Belanda, merobek warna biru bendera belanda seperti yang diceriterakan dalam buku sejarah itu.

Nanti ketika menengok di puncak Staadhuis barulah tersadar kalau disana tidak lagi berkibar bendera merah putih biru. Staadhuis sekarang namanya gedung Fatahilah. Selain balai kota, ia juga penjara. Cut Nya Dien dan Pangeran Diponegoro pernah dipenjara di situ.

Kota Tua tidak sekedar mengawetkan bangunan masa silam tapi juga mengabadikan sepenggal kesehariannya. Ojek sepeda ontel, secarik peri kehidupan Jakarta waktu masih bernama Batavia.

Memang melihat Jakarta dari Senayan City, Twin Tower, kota begitu menyilaukan. Kehidupan berjaan dalam kecepatan yang tinggi. Glamour, menerbitkan iler. Jakarta seolah gadis puber yang baru pertama kali haid, ranum menggoda.

Tapi melihat Jakarta dari Kota Tua, Jakarta seperti tua renta. Kota yang lelah. Seperti lelahnya tuna wisma yang mengisi kamar-kamar kosong nan gelap di bekas bangunan Belanda itu, pemulung yang terseok-seok di sela-sela gedung mati, sebatangkara yang hidup putus asa dan tidur di sisi meriam-meriam tua.

Di sini, kontradiksi Jakarta menganga. Seperti menganganya waktu antara 2010 dan 1527. Sebagaimana ia dibiarkan tak terawat, ia menjadi tersisih dari Jakarta. Begitulah Kota Tua, jadi kota para gelandangan, pemulung, dan sepenggal masa silam. (*)

Baca Juga:


Comments

Popular posts from this blog

Lagu tentang Desember

Semua hal di dunia ini barangkali sudah pernah dibuatkan lagu. Tidak terkecuali nama bulan. Setiap bulan kayaknya ada lagunya, mulai dari Januari sampai Desember. Seperti halnya bulan ini kita berada di Desember, Indonesia punya beberapa lagu populer yang diciptakan dengan judul Desember. 1. Kenangan Desember - Arie Koesmiran (1970) Arie Koesmiran Ini lagu cewek. Lewat lagu ini si cewek membuka rahasia hatinya yang terdalam. Setiap wanita pasti punya kenangan emas, kenangan yang sangat berkesan dalam hidupnya. Kenangan emasnya dia direbut oleh seorang pria yang pernah membuatnya jatuh hati. Pria itu pun mencintainya sepenuh hati. Kedua remaja  terlibat asmara. Pada malam dia merayakan hari lahirnya di bulan Desember, kekasih hatinya hadir. Asmara sedang mekar-mekarnya. Dia dihadiahi peluk dan ciumaan mesra. Peluk cium pertama yang direguknya. Tak disangka itu yang penghabisan pula. Kisah cintanya dengan pria itu singkat tapi meninggalkan kesan yang sangat dalam. Apakah sang kekasih...

Tempat Keramaian Kendari, Wisata Malam Ruang Terbuka

Kota Kendari punya beberapa pilihan tempat kongko di ruang terbuka, tempat orang membentuk keramaian umum. Beberapa di antaranya menjadi tempat wisata malam pelepas penat, mengendurkan urat syaraf, menurunkan ketegangan setelah seharian sibuk beraktivitas.  Kendari, daerah yang perkembangan kotanya melingkari Teluk Kendari, tidak heran kebanyakan wisata kuliner, hotel, dan spot foto hits dibangun di tepi teluk, menjual view teluk dan dua landmark Kendari yang ikonik, Jembatan Teluk Kendari dan masjid terapung Al Alam. Berikut ini pilihan wisata malam ruang terbuka dan tempat-tempat keramaian yang populer.  1. Kendari Beach Kendari Beach dengan latar Teluk Kendari dan Masjid Al Alam di kejauhan Ada sepenggal jalan bypass di Kemaraya, jalur sepanjang Taman Teratai sampai Meohai Park, sebuah taman yang diapit Jln Ir H Alala dan Jln Sultan Hasanuddin, tempat keramaian pertama di Kendari sejak 80-an dan masih eksis sampai hari ini sebagai tempat favorit nongkrong. Panjangnya hanya ...

Kabupaten Tertua di Sulawesi Tenggara Berikut Modal Otonominya

Bicara kabupaten tertua berarti kembali ke masa awal terbentuknya Sulawesi Tenggara (Sultra) jadi provinsi pada 1964, ketika 4 kabupaten bergabung membentuk satu provinsi. Mereka adalah Kendari, Kolaka, Muna, dan Buton. Keempatnya di masa lalu adalah kerajaan mayor di jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Fakta lainnya, ada 2 afdeling zaman penjajahan Belanda yang bergabung dalam proses terbentuknya Provinsi Sultra. Afdeling Boeton Laiwoi yang terdiri atas onder afdeling Buton, Laiwoi, dan Muna, di tambah satu bekas onder afdeling dari afdeling Luwu, yaitu Kolaka. Afdeling Luwu berdiam di Sulawesi Selatan. Onder afdeling Kolaka ditarik masuk ke afdeling Boeton Laiwoi pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 dan tetap dipertahankan begitu ketika Indonesia merdeka oleh pemerintahan awal negara ini. Pada masa penjajahan Belanda, Sultra merupakan bagian dari Provinsi Celebes (Sulawesi) dengan ibu kotanya Makassar. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno...