Aura Pena Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Katimboka: Layangan Pertama di Dunia

Peneliti layang-layang asal Jerman, Wolfgang Bieck, saat memulai penelusurannya pada 1997 mendapati semua literatur menunjuk Cina rumah kelahiran layang-layang dunia. Mengambil tonggak 2800 tahun lalu Cina telah menerbangkan layangan terbuat dari sutra dan bambu emas sebagai bingkainya. Penggalian lebih jauh mempertemukan Wolfgang dengan layang-layang di Asia Tenggara yang lebih primitif. Terbuat dari daun. Baca Juga: Raja Festival Layangan Internasional Itu Bernama Kolope Persepsinya mengenai layang-layang terdamprat. Dari situ dia mulai membuka jalur baru pemetaan asal muasal layang-layang, menggunakan pendekatan teori evolusi. Wolfgang Bieck mengungkapkan hal ini kepada penulis, saat Festival Layang-Layang Internasional 2006 yang diselenggarakan di Kabupaten Muna, satu pulau kecil di Indonesia. Ia menaruh purbasangka, layang-layang sutra hanya mata rantai berikut dari evolusi layang-layang, suatu pengembangan dari layang-layang daun. Persoalannya sekarang, di Asia Tenggara teru

Haroa di Raha 1990

Zaman beralih, generasi berganti, kebudayaan berevolusi. Bahkan di pulau terpencil di kaki Sulawesi yang didiami suku Muna, gempuran modernisasi tak terlerai. Tradisi haroa pun tak luput dari intrusi. Menunya perlahan berasimilasi. Satu yang masih lestari: Lapa-lapa. Kelengkapan Haroa Haroa, sebuah tradisi berkumpul untuk memohonkan doa-doa atau memanjatkan puji syukur, yang ditutup dengan jamuan makan bersama. Bagi suku yang mana jagung adalah makanan pokoknya, hampir setiap gerak kehidupan bisa diiringkan haroa. Mulai dari menyongsong kelahiran hingga melepas kematian, mendirikan tonggak kegiatan hingga menghargai pencapaian, melunaskan hajatan hingga memuliakan perayaan. Salah satunya, haroa menyambut lebaran. Hidangan yang disajikan tentu bukan menu yang lumrah dikonsumsi sehari-hari, melainkan masakan spesial yang hanya dipersembahkan pada acara penting dan massal, baik upacara adat maupun ritus keagamaan. Pengerjaannya melibatkan proses yang rumit, repot, dan membutuhkan ban

Perempuan Perca

Pendekatan terhadap kecantikan telah begeser, dari perawatan menjadi perombakan. Di masa lalu kecantikan mengandalkan bahan alami,  di masa kini mengedepankan teknologi. Dalam upaya perawatan terciptalah bedak, sedangkan dalam upaya perombakan lahirlah bedah. Alis tatto, bulu mata palsu, bokong silikon, wajah operasi plastik, bibir filler, payudara botox. Hampir seluruh tubuhnya adalah tambalan-tambalan dari potongan-potongan benda di luar diri sejatinya, yang dijahitkan kepadanya, sampai terbentuk satu identitas baru sesuai imaji yang diinginkannya: Perempuan Perca. Lalu kejadian wanita cantik jelita menikahi pria gagah perkasa, tapi punya anak bikin ternganga jeleknya. Karena DNA hanya menduplikasi gen asli inangnya, bukan tubuh modifikasinya. (*)