Aura Pena Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Bukan Berani karena Benar

Rasa TAKUT bukan hanya sebuah mekanisme alami MELINDUNGI diri dari MARA BAHAYA tapi ia juga bisa MENJERUMUSKAN diri ke dalam MALA PETAKA. TAKUT yang MENCELAKAI dan TAKUT  yang MELINDUNGI, perbedaan antara keduanya setipis KULIT ARI. TAKUT sama berbahayanya dengan BERANI. Salah TAKUT, celaka. Salah BERANI, celaka. BERANI dan TAKUT harus diambil dalam situasi yang tepat, terukur. Jadi, bukan "BERANI karena BENAR" tapi "BERANILAH dengan BENAR". "BERANI karena BENAR" telah banyak terbukti tidak mendatangkan akhir bahagia. Banyak yang celaka lantaran menganut paham: BERANI karena BENAR. Prinsip yang betul adalah BERANI dengan BENAR dan TAKUT dengan BENAR. Pada saat mana seorang harus mengambil sikap BERANI dan pada saat mana seorang memilih TAKUT. Kenyataanya, banyak PENAKUT tapi DITAKUTI. Pun tidak sedikit PEMBERANI tapi DIPERANGI. (*)

Waktu dan Kerusakan

Setiap muncul yang BARU berarti ada yang menjadi TUA. Yang BARU itu pun akan segera TUA. Dan yang TUA akan kembali BARU dalam bentuk lain. Setiap TAHUN BARU ditandai, semakin MENUA pula kehidupan. BARU dan TUA dibedakan oleh tingkat KERUSAKAN. Setiap BENDA punya MASA. Masa adalah WAKTU yang dibutuhkan setiap benda menuju KERUSAKAN. Ketika ada kondisi dimana benda tidak mengalami kerusakan maka waktu tidak berlaku baginya. Lalu ia disebut ABADI. Akhirnya, semakin banyak TAHUN BARU berbilang, kehidupan makin dekat dengan KERUSAKAN sempurna. (*)

Rumah Bordil Pertama di Kendari

Prostitusi di Kota Kendari meninggalkan jejak berusia 42 tahun. Berasal dari kepingan kenangan rumah bordil pertama bernama Samunggu. Samunggu sebenarnya nama pemilik bisnis “lendir” yang beroperasi sekitar 1973 di Mandonga, tepatnya di Kelurahan Alolama,  sekarang Anggilowu. Kopral Ismail Samunggu. Itu persis lima tahun setelah Gang Dolly Surabaya dibuka. Kendari tempo itu berstatus kabupaten dengan hanya dua kecamatan: Kendari dan Mandonga. Samunggu berdiri di lereng bukit, sebelah kiri bila menanjak bukit Alolama. Warga sekitar mempunyai nama tersendiri untuk lokasi prostitusi itu dengan julukan Lembah Dosa. Melongok keadannya sekarang ini, Juni 2015, tempat itu hanya dihuni perdu dan rumput liar, menggantikan hutan muda yang ikut terpapas garpu excavator proyek pengurukan. Kurang lebih 10 meter ketinggian sebagian bukit itu hilang. Lorong kecil di sebelah kiri itu dahulunya adalah jalan menuju “surga”. Samunggu tidak ada lagi di mata, hanya ada dalam ingatan sebagian orang.

Korupsi Negara

UU mengatur, memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga negara dirugikan adalah KORUPSI. Tapi, hukum ini hanya bekerja SATU SISI. Bagaimana dengan NEGARA yang mengambil uang dari rakyat secara RAKUS sehingga rakyat menjadi berkurang kesejahteraannya. Atau mengambil UNTUNG lewat kebijakan-kebijakan CULAS sehingga kemakmuran rakyat TERPERAH. Menjadikan NEGARA KAYA tapi RAKYAT PAPA. Dalam konteks rakyat dirugikan, seharusnya negara juga pantas disebut korupsi: MENCURI KEMAKMURAN RAKYAT. Memurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) oleh Pusat Bahasa Kemendikbud, negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan sah yang diakui oleh rakyat. Dengan kata lain, kebijakan negara dapat saja MENGALIRKAN kepentingan rakyat, dan bisa juga hanya MENGUNCI kepentingan dirinya sendiri: pemerintah. Amanat Undang-Undang Dasar 1945 kewajiban negara menciptakan kesejahteraan rakyat yang dengan demikian negara ikut menyandang status sejahtera. Sejahteranya seb

Borombonga Makhluk Pemakan Api

Jagapati Pulau Selaksa Jati Borombonga atau Laborombonga terakhir kali terdengar sekitar tahun 80-an. Gergasi yang tinggal di hutan itu momoknya perlahan-lahan redup, seiring hilangnya sebagian besar kawasan hutan, menyusul perambahan besar-besaran tidak lama setelah hadirnya industri kayu pertama menjejak Pulau Muna tahun 1986. Laborombonga digambarkan sebagai monster dan pembunuh. Kesukaannya memakan manusia dan bara api. Keberadaannya sangat misterius. Menurut warga setempat, siluman ini akan muncul dan terutama sekali sangat senang bila melihat ada perapian di tengah hutan. Ia menjadi momok bagi para pencari kayu bakar dan pengolah hasil hutan. “Biasanya ia menyaru binatang langka. Banyak ditemui pada permukiman baru. Pada lahan-lahan yang baru dibuka, isu pertama yang kerap ditemui petani adalah selalu dihantui binatang-binatang aneh,” tutur La Ode Abi, orang tua yang tinggal tidak jauh dari tepi Hutan Warangga, Raha. Tidak mengejutkan, sebab pembukaan lahan baru melibatkan

Mendulang Mutiara di Kebun Rumbia

Di tanah ini, rumbia pernah menjadi segalanya. Mulai dari atap hingga alas perut. Sampai suatu hari, segalanya menjadi tak terperi. Basir baru saja menyelesaikan panen 17 batang rumbia (pohon sagu), Minggu siang medio Mei 2014. Sembilan batang di antaranya tidak berisi penuh. Dua hingga tiga meter tiap mereka harus dibuang. Pria berusia 68 tahun tepekur. Air mukanya sewarna kelam baja ruang kebun yang diliputi mendung. Ditingkahi gerimis, dalam langkah pulang ke dangau yang didirikan di tepi Sungai Lapulu, Basir mencari langit lewat celah rerimbunan daun rumbia. "Kalau kebanyakan air, pembentukan isi terganggu," katanya, sambil membanting pandangan ke jalanan berlumpur di depannya. Selama curah hujan tinggi sepanjang tahun, ia akan selalu kehilangan dua atau tiga dari delapan karung tawaro (sagu)  yang dihasilkan setiap pohon rumbia. Memulai usaha pengolahan tawaro   sejak 1972 di Desa Lamomea Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan,  Basir mengingat di bel